Photobucket
JANGAN KAPOK - KAPOK EA GAN,,,BUAT MAMPIR KE BLOG ANE LAGI

Jumat, 17 Februari 2012

Bahaya ABS (anti-lock braking system)

Awalnya ABS (anti-lock braking system) dikembangkan untuk pesawat terbang. Pionirnya, Maxarest buatan Dunlop pada era 50-an. Seluruhnya mekanis dan pernah diadopsi segelintir mobil pada 60-an, seperti Ferguson P99 (sport car), Jensen FF dan Ford Zodiac (experimental). Untuk ukuran mobil, ABS mekanis ini terlalu mahal dan tidak tahan banting.
Bosch, yang sudah meriset teknologi ABS sejak 1930-an mulai memproduksi sistem elektronik pada 1978. Mercedes-Benz termasuk yang pertamakali menggunakannya. Kini ABS nyaris jadi perangkan standar di semua model apapun mereknya, bahkan merambah ke sepeda motor.
Pada umumnya ABS terdiri dari sensor kecepatan putaran roda (sensor), unit kontrol hidrolik (HCU) dan unit kontrol elektronik (ECU). Saat pengereman, sensor memonitor kecepatan putaran masing-masing roda dan meneruskan informasi itu pada ECU. Bila ECU merasa satu roda berputar lebih lambat dari lainnya (tahap awal sebelum roda terkunci), ECU memerintahkan solenoid valves pada HCU untuk membuka agar tekanan hidrolis ke rem berkurang hingga kecepatan rotas ban tersebut sama dengan lainnya. Saat gejala terkunci terdeteksi lagi, maka proses diatas terulang lagi, demikian seterusnya.
Ada dua tipe ABS, 3-channel ABS dan 4-channel ABS. 3-channel ABS bekerja di kedua roda depan plus roda belakang sebagai satu kesatuan, meskipun sensor tetap dipasang pada empat roda. Sistem ini lebih sederhana dan murah namun safety dan control-nya kalah dari 4-channel ABS. Pada sistem ini, ABS bekerja pada empa roda. Roda yang terkunci dapat dikontrol dan dicegah pada masing-masing roda. Safety dan control lebih baik. 3-channel ABS sudah jarang dipakai dan di Indonesia umumnya menggunakan 4-channel ABS.
Jadi pada dasarnya ABS itu dirancang agar pengemudi tetap bisa mengendalikan kendaraanya saat ngerem mendadak karena tidak mungkin mobil selip gara-gara roda terkunci. Dengan demikian, pada keadaan panik, pengemudi bisa menekan pedal rem sedalam-dalam-nya untuk mengerem maksimal tanpa khawatir mobil terkunci.
Menurut Teddy Irawan, deputy director National Sales & promotion Nissan Motor Indonesia, ABS juga memperpendek jarak pengereman. “Karena pengereman paling efektif terjadi adalah apabila kita bisa melakukan pengereman sampai roda hampir mengunci, artinya hal ini sangat susah dilakukan secara manual, makanya diciptakan ABS,” katanya. Hal senada juga diungkapkan Anto Nurdiyanto, Deputy Director Product Management, PT DaimlerChrysler Indonesia dan Pradipto Sugondo, Developtment divison PT Astra Daihatsu Motor.
Pendapat berbeda diungkapkan Rahmad Basuki, product planning manager Toyota Astra Motor. “ABS akan mempengaruhi jarak pengereman terutama pada jalan yang licin (saat terjadi slip) atau saat panic brake, ” katanya. “Pada kondisi pengereman normal sebenarnya jarak pengereman tidak di pengaruhi oleh ABS tapi yang lebih berpengaruh adalah mekanisme atau setting dari system Brake itu sediri ,seperti besarnya disc/drum brake,” katanya lagi.
Namun pada permukaan gravel, pasir atau salju ABS justru memperpanjang jarak pengereman. Pada jenis permukaan ini, ban yang terkunci cenderung akan terbenam dan menghentikan mobil dengan cepat. ABS mencegah hal itu sehingga memperpanjang jarak pengereman. Karena itu, pada kendaraan off-road yang menjelajah permukaan pasir, gravel/salju, penggunaan ABS justru tidak disarankan.
Apakah ABS mengurangi kecelakaan? Meskipun menujukkan hasil luarbiasa di lintasan uji, ternyata tidak ada bukti ABS bisa mengurangi angka kecelakaan di jalan raya secara signifikan. DI USA, data 1994 Highway Loss Data Institute yang dikutip IIHS (Insurance Institute for Highway Safety) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan kecelakaan antara mobil ber-ABS dan tidak. Survei serupa pada 1997 dan update 2001 menunjukkan hasil serupa.
Mengapa bisa begitu? Tidak ada yang tahu pasti. Alasan yang mungkin adalah pengemudi menjadi lebih ‘liar’ karena yakin ABS bisa mengehentikan lebih cepat. Kemungkinan lain adalah gagal menggunakan ABS secara efektif dan minimnya pengalaman pengemudi menghadapi kondisi kehilangan kontrol kendaraannya.
Dari survei di ketahui ternyata banyak penggemudi yang tetap memompa/mengocok rem pada panic brake padahal mobilnya sudah dilengkapi ABS. Seharusnya tekan saja karena ABS akan bekerja bila mendeteksi gejala slip/roda terkunci. Tanda ABS bekerja dapat dirasakan seperti adanya getaran pada pedal rem. Pengemudi tidak boleh melepaskan tekanan pedal rem bila merasakan hal itu. Tetap mengerem sambil mengontrol laju mobil.
Ban yang terkunci akan tergelincir karena kehilangan friksi dengan jalan dan tidak mungkin dikemudikan menghindari penghalang/objek. Jadi meskipun anda bisa memutar kemudi dan roda juga berbelok, namun arah mobil yang tergelincir tetap tidak berubah.
Bila ABS tidak bekerja sempurna, sistem dalam mobil akan menginformasikan pada pengemudi lewat lampu yang menyala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar